Laporan Investigasi Suspek Antraks Maros, Maret 2010

LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN KLB ANTRAKS
DI DESA TENRIGANGKAE KECAMATAN MANDAI
KABUPATEN MAROS, 29-31 MARET 2010


Latar Belakang

Penyakit Antraks sangat ditakuti, karena penyebabnya dapat mematikan, mudah menyebar, sulit dimusnahkan dan bersifat zoonotik (dapat menular pada manusia). Hal inilah yang terjadi di Kabupaten Maros, walau hingga kini masih belum menelan korban jiwa namun ketakutan masyarakat sudah semakin membesar. Pasalnya sapi-sapi penduduk di Desa Tenrigangkae Kec. Mandai mulai mati satu persatu.

Sebagaimana diketahui bersama, terakhir kejadian Antraks pada sapi pernah terjadi pada bulan Januari 2010 tepatnya di Kecamatan Tompobulu. Sebelumnya, pernah muncul pada tahun 1984, dan daerah endemis pada Kecamatan Moncongloe, Tanralili, dan Mandai.

Berdasarkan informasi Dinas Peternakan Kabupaten Maros tanggal 29 Maret 2010 yang diterima via telepon oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Maros bahwa telah diterima hasil uji laboratorium dari Balai Besar Veteriner Positif Antraks pada daging sapi di Kec. Mandai, Desa Tenrigangkae. Setelah melakukan investigasi awal pada hari itu juga, ditemukan 3 kesakitan suspek antraks kulit akibat mengolah dan makan daging sapi positif antraks.

Hari itu juga dikirimkan laporan W1 kepada Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan untuk investigasi lebih lanjut. Pelacakan dan investigasi kasus dilakukan oleh tim Kabupaten dan Petugas Puskesmas serta tim dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 29-31 Maret 2010, untuk memastikan apakah disekitar lokasi tersebut ada kasus tambahan penderita / orang yang menderita antraks.

Tujuan
  1. Untuk mengetahui kebenaran kasus Antraks yang dilaporkan dan luasnya penyebaran
  2. Untuk mengetahui kemungkinan kecenderungan terjadinya penyebarluasan penyakit Antraks di lokasi tersebut.
  3. Melakukan analisa situasi penyakit dan saran alternatif pencegahan.

Kronologis

  • Pada hari jumat, tanggal 19 Maret 2010 sebanyak 1 (satu) ekor sapi yang sedang sakit dipotong oleh warga dan pada hari itu juga dagingnya dibagi-bagikan kepada warga.
  • Beberapa hari sebelumnya juga ada 4 (empat) ekor sapi yang sedang sakit dipotong oleh warga yang dagingnya dijual dan dibagi-bagikan kepada warga.
  • Hasil uji laboratorium dari Balai Besar Veteriner Maros dinyatakan bahwa sapi yang mati tanggal 19 Maret 2010, ternyata diperiksa positif antraks.
  • Ditemukan 3 (tiga) orang suspek Antraks kulit pada tanggal 29 Maret 2010 berupa benjolan/borok yang khas
  • Dinas Kesehatan mengirim Laporan W1 KLB Suspek Antraks ke Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
  • Pada tanggal 31 Maret 2010
  1. Diadakan pengobatan massal kepada masyarakat yang sempat mengkonsumsi daging sapi yang telah terinfeksi
  2. Diadakan kegiatan KIE kepada masyarakat
  3. Dinas Peternakan melakukan penyuluhan kepada para petani
  4. Melakukan investigasi lanjutan untuk mencari kasus tambahan pada manusia
  5. Pengambilan sampel darah oleh BBLK Makassar sebanyak 14 sampel.

Metode Penyelidikan

Investigasi dilaksanakan dengan mengumpulkan data primer melalui :
  1. Wawancara dengan petugas kesehatan yang menangani penderita dan masyarakat sehubungan dengan kematian hewan tersangka antraks.
  2. Wawancara dengan stakeholder (Kepala Puskesmas, Camat, Kepala Desa, PDSR Dinas Peternakan)
  3. Pengambilan sampel darah pada manusia untuk penegakan diagnosa.
  4. Wawancara dengan penderita tersangka antraks.

Tinjauan Pustaka Antraks

Antraks adalah Penyakit Hewan Menular yang bersifat zoonosis, akut menyerang hewan pemamah biak (sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dll), burung unta maupunj manusia dan dimasukkan dalam golongan Re-emerging disease. Sejak tahun 1932 penyakit ini dilaporkan sudah endemis pada hewan di 11 Propinsi di Indonesia yaitu di Propinsi Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Papua, sedangkan kasus terakhir pada manusia tahun 2007/2008 dilaporkan di enam Propinsi yaitu di Propinsi Jawa Barat (Kabupaten Bekasi, Purwakarta), Jawa Tengah (Kabupaten Boyolali, Desember 2008), NTT (Kabupaten Sumba Barat, Maret 2007), NTB (Sumbawa Besar, Sumbawa Barat, Dompu, Bima), Sulawesi Selatan (Makassar) dan DKI Jakarta (Mei 2008). Sebahagian besar kasus adalah bersifat antraks kulit. Agen penyakit adalah Bacillus Anthracis, gram positif, non motile, dan berspora sedangkan bentuk vegetatif rentan terhadap desinfektan, antiseptik, dan antibiotik.

Cara penularan penyakit :
  1. Kontak langsung dengan hewan sakit
  2. Menghirup spora dari hewan yang sakit, spora antraks yang ada di tanah/rumput dan lingkungan yang tercemar spora antraks maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit, seperti kulit, daging, tulang, dan darah.
  3. Mengkonsumsi daging hewan yang sakit/mati dan produknya karena antraks
  4. Pernah dilaporkan melalui gigitan serangga Afrika yang telah memakan bangkai hewan yang tertular kuman Antraks.
  5. Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi
  6. Meskipun penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi terjadi tapi kewaspadaan standar tetap diperlukan seperti :
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan/kontak dengan pasien
  • Peralatan bedah sehabis pakai cepat disterilkan
  • Kasa bekas pakai di bakar
  • Dianjurkan memakai pakaian pelindung dan sarung tangan sekali pakai
  • Bila memiliki luka ditangan, tutup lukanya dan hindari kontak langsung
  • Hindari manipulasi pada luka Antraks
  • Pakai masker pada perawatan Antraks paru
  • Lakukan desinfeksi tingkat tinggi untuk semua peralatan
Manifestasi klinis Antrak
  1. Antraks kulit (kontak langsung dengan hewan/produk hewan yang tercemar spora Antraks)
  2. Antraks gastrointestinal (akibat memakan daging tercemar, tangan yang tercemar)
  3. Antraks pulmonal (menghirup spora)
  4. Meningitis Antraks (penjalaran dari antraks bentuk lain)
Pencegahan
  1. Kewaspadaan dini menjelang terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan
  2. Kebersihan individu dan lingkungan melalui perilaku hidup bersih dan sehat, tidak mengkonsumsi hewan sakit dan tidak membuat barang-barang dari produk hewan yang sakit/mati karena kuman antraks
  3. Pencegahan pada reservoir dengan cara pemberian vaksinasi dan pengawasan pemotongan hewan pre dan post mortum.
Gambaran Geografis dan Demografis

Kondisi geografis dari lokasi yang dilakukan penyelidikan KLB Antraks yang berada di Desa Tenrigangkae, Kec. Mandai, Kab. Maros, merupakan daerah daratan dan berjarak kira-kira 6 km ke Puskesmas Mandai dan terdapat fasilitas pelayanan kesehatan Pustu Tenrigangkae

Jumlah penduduk Kec. Mandai sebanyak 30.620 jiwa sedangkan Desa Tenrigangkae sebanyak 3.257 jiwa.

Hasil Investigasi

  1. Masyarakat yang memakan daging hewan sakit sebanyak 55 orang dan 14 Orang diantaranya menimbulkan gejala demam dan gatal, langsung diberi obat pada Puskesmas Keliling hari itu juga.
  2. Telah dilakukan pengambilan sampel darah pada manusia sebanyak 14 orang yang demam dan gatal.
  3. Pengambilan sampel tanah oleh BTKL untuk pemeriksaan laboratorium.
  4. Melakukan koordinasi dengan lintas sektor terkait dalam hal pemeliharaan hewan agar terhindar dari penyakit antraks (Dinas Peternakan Kab. Maros)
  5. Sampai saat ini belum ditemukan kasus tambahan pada manusia
  6. Sampai saat ini tidak ada korban yang meninggal dunia.
  7. Tanggal 31 Maret 2010 melakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadap penderita dan kontak langsung daging antraks (peternak, pemotong, pengolah, makan) yang datang ke Puskesmas Keliling Mandai berlokasi di Kantor Desa Tenrigangkae
  8. Sampai saat ini ditemukan kasus tambahan pada sapi, 1 (satu) ekor sapi mati masing-masing pada hari Sabtu, 3 April 2010 dan hari Selasa, 6 April 2010.
Rekomendasi
  1. Melakukan surveilans aktif kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Mandai, Khususnya Desa Tenrigangkae
  2. Melakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadap penderita yang datang ke Pustu/Puskesmas (peternak, yang makan daging sakit)
  3. Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat tentang gejala dan tanda penyakit antraks dan pencegahannya secara berkelanjutan.
  4. Mencari kasus/penderita yang dicurigai antraks di Desa Tenrigangkae dan Kompleks Pesantren Darul Istiqamah, Maccopa dan sekitarnya.
  5. Kepada Dinas Peternakan agar melakukan surveilans ketat pada hewan, baik itu mengenai lalulintas hewan, maupun tentang perizinan pemotongan hewan.
  6. Masyarakat agar membeli daging dari rumah potong hewan yang mempunyai izin operasi dan ditanda dengan stempel pada daging.
  7. Konsumen agar mencuci sampai bersih (sayuran dan buah-buahan), memasak daging sampai matang, agar spora atau basil Antraks mati.
  8. Tetap melakukan pemantauan (surveilans ketat) di Desa Tenrigangkae dan Kompleks Pesantren Darul Istiqamah, Maccopa bersama dengan masyarakat dan Puskesmas Mandai.




    Comments