Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)



Penyakit Mulut dan Kuku (biasa disingkat PMK) merupakan penyakit epizootika yang menyerang ternak besar, terutama sapi dan babi. Variasi penyebutannya adalah Penyakit Kuku dan Mulut atau singkatan nama bahasa Inggrisnya, FMD (dari foot and mouth disease, juga disebut hoof and mouth disease). Penyakit ini disebabkan oleh virus dari familia Picornaviridae. Daya tular penyakit ini sangat tinggi, dan dapat menulari rusa, kambing, domba, serta hewan berkuku genap lainnya. Gajah, mencit, tikus, dan babi hutan juga dapat terserang. Kasus yang menyerang manusia sangat jarang.

Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di Indonesia tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur, kemudian penyakit menyebar ke berbagai daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Kampanye vaksinasi massal memberantas PMK dimulai tahun 1974 sehingga pada periode 1980-1982 tidak tercatat lagi kasus PMK. Pada tahun 1983 tiba-tiba muncul lagi kasus di Jawa Tengah dan menular kemana-mana. Melalui program vaksinasi secara teratur setiap tahun, wabah dapat dikendalikan dan kasus PMK tidak muncul lagi. Pada tahun 1986 Indonesia menyatakan bebas PMK. Hal ini diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987 dan diakui secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties-OIE) sejak 1990.


Walaupun status Indonesia masih Bebas PMK, namun Penyakit Mulut dan Kuku ini perlu diwaspadai. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK) yang diakui oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Sebagai negara yang masih mengandalkan impor ternak dan produk ternak untuk mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat, Indonesia belum bisa mengambil banyak manfaat dari status bebas ini.

Wabah PMK di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1887 di Malang, Jawa Timur seperti dilaporkan Boosma pada tahun 1892 di surat kabar lokal “Javanche Courant” dan “Kolonial Verslag”. Wabah ini diduga terjadi akibat importasi sapi perah dari Belanda yang pada waktu itu sedang mengalami wabah PMK. Dari Jawa Timur, PMK menyebar ke seluruh Jawa dan ke beberapa pulau lainnya seperti Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Wabah terakhir PMK di Indonesia terjadi pada tahun 1983 di Pulau Jawa.

Untuk mengendalikan dan memberantas PMK, program vaksinasi intensif terhadap populasi ruminansia di seluruh daerah tertular dilaksanakan pada tahun 1974–1985. Program ini cukup berhasil dan Indonesia dinyatakan bebas PMK oleh OIE pada tahun 1990, setelah sebelumnya menyatakan diri bebas melalui SK menteri pertanian pada tahun 1986. Walaupun selamat dari gelombang pandemi PMK pada tahun 2001 yang menghancurkan industri peternakan di banyak negara di Asia, Amerika dan Eropa, potensi masuknya PMK ke Indonesia yang telah menikmati status bebas PMK selama kurang lebih 20 tahun ini masih tetap ada.

Sebagai negara dengan populasi manusia yang besar dan populasi hewan yang relatif kecil, Indonesia mau tidak mau harus mengandalkan impor sebagai cara untuk memenuhi kecukupan permintaan (demand) konsumen untuk produk peternakan. Tingginya arus perdagangan internasional yang masuk tentunya meningkatkan potensi ancaman masuknya PMK ke Indonesia. Selama ini sebagian besar wabah PMK selalu mempunyai keterkaitan dengan adanya perdagangan/lalu lintas hewan dan produknya baik yang legal maupun ilegal. Berbagai macam produk hewan tercatat dapat menjadi media pembawa virus PMK antara lain yaitu daging dan produknya, susu dan produknya, semen/embrio dll. Selain hewan dan produk hewan, hijauan pakan ternak, jerami, kendaraan, dan beberapa jenis material lainnya dapat juga berperan dalam penyebaran PMK. Sebagai gambaran peran perdagangan/lalu lintas hewan dengan kaitannya dengan wabah PMK dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Wabah PMK di kawasan Asia Tenggara mempunyai pola mengikuti arus perdagangan. Hal yang sama dialami Indonesia pada waktu wabah PMK di Pulau Jawa pada tahun 1983, dimana wabah PMK menyebar dari timur ke barat Pulau Jawa searah dengan arus perdagangan hewan.

Selain tingginya arus perdagangan, tingginya jumlah penumpang internasional juga merupakan salah satu potensi ancaman masuknya PMK yang cukup besar. Hal ini berdasarkan kajian bahwa virus PMK dapat disebarkan melalui oleh orang yang bisa membawa virus tersebut melalui sepatu, tangan dan pakaian. Orang yang sehat dan pernah kontak dengan hewan tertular PMK dapat mengeluarkan virus PMK dari hidung dan tenggorokan sampai 36 jam. Selama periode itu, virus dikeluarkan melalui batuk, bersin, pembicaraan, pernafasan dan pada ludah.

Gambar: ikawahyuni
Waspada PMK 
Wikipedia

Comments

  1. boleh copas artikel di sini untuk disebarkan lagi nggak ?

    ReplyDelete

Post a Comment