Perkembangan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Baru-baru ini World Health Organization menyatakan bahwa demam berdarah (dengue) merupakan penyakit tropis yang paling cepat menyebar dan dikatakan sebagai 'ancaman pandemi' baru. Padahal pada tahun 1950-an penyakit yang ditularkan lewat gigitan nyamuk betina ini hanya dapat ditemukan di segelintir wilayah. Kondisinya kini berbeda karena demam berdarah telah menyebar hingga ke 125 negara. Hal ini jauh lebih banyak daripada kasus malaria yang selama ini disebut sebagai penyakit paling terkenal yang 'dibawa' oleh nyamuk sepanjang sejarah. "Pada tahun 2012, demam berdarah tercatat sebagai penyakit akibat virus yang penyebarannya paling cepat dan berpotensi epidemi di seluruh dunia, bahkan dilaporkan mengalami peningkatan kasus hingga 30 kali lipat dari kondisi 50 tahun yang lalu," papar WHO dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari foxnews, Kamis (17/1/2013). "Di seluruh dunia, 2 juta kasus demam berdarah dilaporkan terjadi setiap tahunnya di 100 negara, terutama di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin serta menyebabkan 5.000-6.000 kasus kematian. Tapi angka sebenarnya bisa jadi lebih tinggi karena penyakit ini telah menyebar secara eksponensial dan ditemukan di semua benua," ungkap Dr. Raman Velayudhan, seorang pakar di departemen pengendalian penyakit tropis di bawah WHO. WHO pun telah memperkirakan bahwa rata-rata terjadi 50 juta kasus demam berdarah setiap tahunnya. "Padahal ini hanyalah perkiraan yang sangat konservatif. Namun kami memastikan bahwa demam berdarah adalah penyakit yang paling berbahaya dan paling cepat penularannya sekarang ini, belum lagi sifatnya yang rentan menjadi epidemi meski sebenarnya ini baru ancaman," tandasnya. Berbicara dalam briefing pasca peluncuran laporan terbaru WHO tentang 17 penyakit tropis yang diabaikan (neglected tropical diseases) di seluruh penjuru dunia, Velayudhan mengatakan, "Nyamuknya diam-diam telah mengembangkan distribusinya hingga ke lebih dari 150 negara. Itulah mengapa ancaman demam berdarah muncul di seluruh dunia." Di Eropa, nyamuk aedes ini telah menyebabkan demam berdarah sekaligus penyakit chikungunya di 18 negara. Kebanyakan diperoleh dari impor kerajinan bambu atau ban bekas dari negara berkembang. Ini adalah wabah demam berdarah pertamanya sejak tahun 1920-an dengan jumlah penderita mencapai 2.000 orang, khususnya di sebuah pulau di Portugis bernama Madeira. "Namun kami berupaya menangani kondisi ini dengan cara yang lebih sistematis seperti mengontrol masuknya vektor dari berbagai titik masuk -pelabuhan, bandara hingga ke perlintasan darat, meski sebenarnya sulit untuk mendeteksi keberadaan nyamuk tersebut berikut telur-telurnya," katanya. Sayangnya, hingga kini belum ditemukan pengobatan yang spesifik untuk mengatasi penyakit ini tapi deteksi dini dan akses terhadap layanan kesehatan yang memadai dapat menurunkan tingkat kematian hingga di bawah 1 persen. "Anda harus tahu penyakit ini tak ada obatnya dan vaksin-vaksinnya pun masih dalam tahap penelitian," timpalnya. Yang terbaru tengah dikembangkan oleh produsen obat asal Prancis, Sanofi SA. Hanya saja efektivitas vaksin ini diketahui baru mencapai 30 persen setelah dilakukan percobaan klinis berskala besar di Thailand. Kendati begitu, tim peneliti mengatakan bahwa untuk pertama kalinya hasil percobaan ini menunjukkan adanya vaksin yang aman dan berpotensi menjadi pengobatan demam berdarah.

sumber: detikhealth

Comments