Investigasi dan Penanggulangan KLB "Penyakit Misterius" di Kabupaten Jeneponto


Berdasarkan rumor media tanggal 6 Mei 2019 dan laporan hasil investigasi awal Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto telah terjadi peningkatan kasus penyakit demam yang belum diketahui penyebabnya pada bulan April 2019 di Dusun Garonggong, Desa Tuju, Kec. Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Tim Gerak Cepat (TGC) Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Jeneponto menunjukan tidak adanya diagnosa yang spesifik dari kasus ini. Dari total 70 kasus, 3 diantaranya meninggal dunia (CFR 4,28%). Sehubungan dengan hal tersebut, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menugaskan Tim Kesehatan Kementerian Kesehatan membantu Tim Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Jeneponto melakukan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB lanjutan untuk mengetahui penyebab terjadinya KLB tersebut dan melakukan penanggulangan secara menyeluruh. Tim Kesehatan Pusat yang terdiri dari tenaga teknis Subdit Surveilans, Subdit Penyakit Infeksi Emerging dan Subdit Zoonosis berangkat ke Makassar pada tanggal 8 Mei 2019. Selanjutnya tanggal 9 Mei 2019 bergabung dengan Dinas Kesehatan Provinsi, KKP Makassar, BTKL PP Makassar, BBLK Makassar, Balai Besar Veteriner Maros, Puslitbangkes Unhas bekerja sama melakukan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan di lapangan tempat terjadinya KLB.


Tujuan Umum

Mengetahui gambaran epidemiologi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Dusun Garonggong, Desa Tuju, Kecamatan Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan.

Tujuan Khusus

  1. Memastikan terjadinya KLB. 
  2. Memastikan diagnosis penyakit kasus yang dilaporkan. 
  3. Mengidentifikasi faktor risiko terjadinya KLB. 
  4. Mengetahui sumber dan cara penularan kasus pada KLB 
  5. Mengetahui karakteristik kasus menurut orang (person), tempat (place) dan waktu (time)
  6. Menentukan cara penanggulangan yang efektif dan efisien untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa dikemudian hari.

Penyakit Misterius

Penyakit menular maupun tidak menular seringkali menyerang suatu daerah atau sekelompok masyarakat sebagai suatu kejadian luar biasa penyakit tetapi tidak jelas atau belum jelas etiologinya. Keadaan tersebut dapat menyebabkan upaya investigasi dan penanggulangannya menjadi agak rumit dan serius. Di sisi lain, Kepala Puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan terus-menerus mendapat pertanyaan dari media, masyarakat dan pimpinan daerah tentang peningkatan kasus kejadian penyakit yang belum jelas etiologi, sumber dan cara penularannya. Sering kita menyebut kejadian atau kasus itu sebagai penyakit misterius. (Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular Dan Keracunan Pangan Tahun 2017).

Karena tidak semua penyakit berpotensi KLB dapat dikenali oleh petugas di unit-unit pelayanan, klinisi setempat atau karena munculnya gejala-gejala yang tidak menunjukkan pada suatu penyakit tertentu atau bersifat umum. Selain itu gejala penyakit yang tidak spesifik, ada juga karena ketidak tahuan penyakit yang merupakan penyakit baru di dunia, atau tidak dikenal oleh petugas kesehatan setempat, atau sudah lama tidak berjangkit penyakit tersebut. KLB penyakit misterius seringkali terdiagnosis sebagai KLB penyakit lain, atau karena ketidak jelasan etiologi penyakit seringkali disebut sebagai KLB kematian atau KLB gejala yang paling menonjol.

Prinsip umum menyatakan bahwa pada suatu KLB penyakit adalah sangat jarang disebabkan oleh lebih dari satu etiologi. Oleh karena itu penegakan diagnosis KLB menjadi sangat penting. Diagnosis etiologi KLB berbeda dengan diagnosis etiologi kasus-kasus perorangan. Diagnosis etiologi KLB adalah etiologi dari penyakit yang menjadi penyebab timbulnya kejadian luar biasa ini, bukan setiap kasus yang ada di tempat kejadian tersebut. Prinsip umum dalam upaya memastikan adanya KLB penyakit misterius antara lain :

  • Suatu KLB penyakit adalah sangat jarang disebabkan oleh lebih dari satu etiologi KLB. 
  • Sering diketahui karena adanya peningkatan jumlah kematian atau peningkatan jumlah penderita rawat inap. 
  • Pada saat adanya peningkatan kematian, pasti disertai adanya peningkatan jumlah kesakitan. Peningkatan jumlah kesakitan ini akan didiagnosis sebagai penyakit lain yang bukan sebagai etiologi KLB atau diagnosis gejala yang menonjol.

Kronologis Kejadian

  • Informasi adanya kasus “penyakit misterius” di Dusun Garonggong, Desa Tuju, Kec. Bangkala Barat, Kab. Jeneponto. 
  • Verifikasi rumor oleh Dinas Kesehatan Kab. Jeneponto 
  • PE KLB awal oleh Dinkes Prov Sulsel. DDR dan RDT Malaria negatif. Widal + 19 orang. 
  • Form W1 KLB oleh Dinas Kesehatan Kab. Jeneponto 
  • PE KLB terpadu 
  • Penanggulangan KLB terpadu

Pemastian diagnosa 

Gejala penyakit yang muncul tidak spesifik mengarah ke satu penyakit menular tertentu. Hal ini membuat parameter untuk pemeriksaan laboratorium masih sangat luas sehingga Penyelidikan Epidemiologi cukup sulit. Lima gejala terbanyak pada KLB ini adalah: demam, sakit kepala, sakit perut dan muntah. Ada penderita yang mengalami nyeri betis, penurunan kesadaran, hingga epistaksis.

Dari semua gejala tersebut, berdasarkan defenisi operasional kasus mengarah ke gejala demam tifoid (demam, sakit perut, dan penurunan kesadaran) dan leptospirosis (demam, dan nyeri otot betis). Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium lebih mengarah ke tifoid (pemeriksaan kultur dengan parameter bakteri aerob pada 27 orang, 11 orang positif Salmonella typhii). Sehingga penyebab utama KLB adalah penyakit tifoid. Adapun beberapa sampel yang positif leptospirosis dan IgM dengue adalah kasus biasa di daerah KLB.

Berdasarkan data SKDR, kasus suspek tifoid maupun diare setiap minggu selalu ada di wilayah puskesmas Buludoang. Hal ini menunjukkan wilayah PKM Buludoang endemik kasus tifoid, sehingga dapat disimpulkan populasi di wilayah ini telah memiliki herd immunity, dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada 19 kasus yang sampelnya diambil tanggal 25 April, sebagian kasus menunjukkan widal test positif. Sedangkan pemeriksaan serum menunjukkan positif Salmonella typhii yang signifikan.

Selain kebersihan lingkungan yang buruk, faktor risiko lainnya adalah kemungkinan pengelola/penjamah makanan (saat pesta) adalah carier tifoid yang menularkan ke banyak orang, melalui makanan yang telah terkontaminasi. Berdasarkan data profil Puskesmas Buludoang, diketahui bahwa Desa Tuju merupakan desa yang akses terhadap air minum layak bagi penduduknya hanya 16%, akses terhadap sanitasi layak hanya 59%, cakupan rumah sehatnya hanya 66,9% dan rumah tangga yang ber-PHBS hanya 46,67% sehingga penyakit menular potensial KLB berbasis lingkungan juga kemungkinan besar akan muncul.

Grafik Kasus Menurut Masa Inkubasi, Onset dan Lamanya Sakit menunjukan bahwa sebagian besar kasus masuk dalam masa inkubasi penyakit antraks rata-rata 1-7 hari. Berdasarkan literatur (Buku Manual Pemberantasan Penyakit Menular oleh James Chin, MD yang diterjemahkan oleh Dr. I. Nyoman Kandun, MPH) bahwa masa inkubasi dapat mencapai 60 hari. Sehingga semua kasus tersebut dapat dimasukan sebagai tersangka antraks. Namun demikian tidak ditemukan kasus antraks kulit dengan luka khas antraks pada kulit sehingga kemungkinan penyakit antraks dapat diabaikan.

Kemungkinan penyakit muncul melalui adanya introduced arbovirus ditularkan nyamuk dari salah satu genus dari flavivirus, alphavirus dan bunyavirus. Kemungkinan arbovirus (+ hanta dan nipah virus) sebenarnya cukup sesuai dgn masa inkubasi tetapi tdk ada kasus introduced yang secara tiba-tiba memasukkan virus, dan sebagian besar kasus mengumpul pada waktu pasca pesta rakyat.

Berdasarkan hasil pemeriksaan leptospira pada sampel yang diambil, 2 diantaranya memberikan hasil positif, maka perlu juga dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa banding dari KLB yang terjadi. Adanya sampel positif hantavirus menyebabkan penyakit ini tidak dapat diabaikan, bahkan bisa menjadi dasar penelitian lebih lanjut terhadap penyakit ini di masa yang akan datang. Selain penyebab utama KLB adalah tifoid, tetap ada kemungkinan antraks dan leptospira, serta kemungkinan adanya emerging virus.

Kesimpulan 

  1. Telah terjadi KLB di Dusun Garonggong Desa Tuju Kec. Bangkala Barat Kab. Jeneponto mulai Tanggal 10 April 2019 (minggu ke-15) dengan jumlah kasus 95 orang, meninggal 3 orang (CFR 3,1%). 
  2. Diagnosis penyakit yang paling mungkin berdasarkan gejala dan hasil laboratorium adalah penyakit tifoid, dengan gejala dominan demam, sakit kepala, sakit perut, muntah dan nyeri betis. 
  3. Faktor risiko terjadinya KLB adalah carier/pembawa penyakit, sanitasi lingkungan buruk, PHBS rendah, dan daerah endemis tifoid. 
  4. Sumber penyakit adalah lingkungan yang terkontaminasi, dengan cara penularan melalui makanan. 
  5. Proporsi kasus lebih banyak pada perempuan (59%) daripada laki-laki (41%), kasus tertinggi pada kelompok umur 5-14 tahun dan 20-44 tahun. Seluruh kasus dari Dusun Garonggong. KLB mulai pada 10 April 2019, kasus terakhir 28 April 2019, dan berakhir 15 Mei 2019. 
  6. Cara penanggulangan yang efektif dan efisien untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa dikemudian hari adalah dengan perbaikan sanitasi dan PHBS. 
Rekomendasi 

  1. Surveilans ketat di lokasi KLB selama 60 hari oleh Puskesmas Buludoang 
  2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berobat ke pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit bila ada yang sakit melalui penegakan diagnosa yang kredibel oleh faskes 
  3. Melaporkan segera kepada dinas kesehatan (melalui Puskesmas) setempat apabila terjadi kasus serupa sehingga dapat dilakukan tindakan yang cepat, guna mencegah dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. 
  4. KIE sanitasi dan PHBS oleh Puskesmas pada kegiatan Posyandu dan Puskesmas Keliling 
  5. Pengendalian vektor terpadu melalui Komda Zoonosis dan ONE HEALTH


Comments